Translate

Cara Melanjutkan Baca

cara downlaod File :

1. klik file yang akan di download
2. tunggu sampai muncul "SKIP AD" (pojok kanan atas) dan klik "skip ad"
3. klik unduh
4. lalu tunggu 20 detik mengunduh file tersebut

atau cuma ingin melanjutkan BACA Blog :

1. klik file yang akan di buka
2. tunggu sampai muncul "SKIP AD" (pojok kanan atas) dan klik "skip ad"
http://seputarduniapengetahuan.blogspot.com/. Diberdayakan oleh Blogger.

Pengunjung Saya


free statistics

Pengikut

PopAds.net - The Best Popunder Adnetwork
Senin, 10 Desember 2012
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi yang terjadi saat ini memberikan dampak yang signifikan bagi kelangsungan hidup organisasi. Globalisasi telah menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan yang begitu cepat di dalam bisnis, yang menuntut organisasi untuk lebih mampu beradaptasi, mempunyai ketahanan, mampu melakukan perubahan arah dengan cepat, dan memusatkan perhatiannya kepada pelanggan. Keterkaitan karyawan terhadap organisasi tempatnya bekerja dikenal dengan istilah komitmen organisasi. Komitmen organisasi diperlukan sebagai salah satu indikator kinerja karyawan. Karyawan dengan komitmen yang tinggi dapat diharapkan akan memperlihatkan kinerja yang optimal. Komitmen organisasi itu sendiri mempunyai tiga komponen yaitu keyakinan yang kuat dari seseorang dan penerimaan tujuan organisasi, kemauan seseorang untuk berusaha keras bergantung pada organisasi, dan keinginan seseorang yang terbatas untuk mempertahankan keanggotaan. Semakin kuat komitmen, semakin kuat kecenderungan seseorang untuk diarahkan pada tindakan sesuai dengan standar (dalam Imronudin, 2004:4). Banyak peneliti mengatakan bahwa produktivitas kerja dipengaruhi oleh sikap dan kinerja karyawan dalam organisasi tersebut. Kinerja karyawan yang tinggi dapat dicapai dengan meningkatkan perilaku Intra-role. Perilaku Intra-role ini adalah perilaku yang telah terdeskripsi secara formal yang harus dikerjakan dalam suatu organisasi. Kenyataan yang ada adalah banyak perilaku yang tidak terdeskripsi secara formal yang dilakukan oleh karyawan, misalnya membantu rekan kerja menyelesaikan tugas, kesungguhan dalam mengikuti rapat-rapat perusahaan, sedikit mengeluh banyak bekerja, dan lain-lain. Perilakuperilaku ini dalam sebuah organisasi disebut sebagai perilaku extra-role atau yang lebih dikenal dengan istilah Organizational Citizenship Behavior (OCB) (Hui, dkk dalam Hardaningtyas, 2004). Organ (dalam Davis, 2004) juga mengatakan bahwa Organizational citizenship behavior (OCB) adalah hasil positif dari sebuah komitmen para karyawan terhadap organisasi, yang dikarakteristikkan dengan memberikan kontribusi extra-role yang dilakukan secara sukarela. Selain itu, Mowday, Porter dan Steers (1983) juga mengatakan OCB akan ditampilkan oleh karyawan yang memiliki komitmen terhadap organisasi. Karena karyawan yang memiliki komitmen terhadap organisasi akan memiliki kesediaan untuk menampilkan usaha yang besar. Hal ini terlihat melalui kesediaan bekerja melebihi apa yang diharapkan agar organisasi dapat lebih maju. Begitu juga Meyer dan Herscovitch (2001) menjelaskan bahwa karyawan yang memiliki komitmen terhadap organisasi akan melakukan tidak hanya tugas-tugas yang telah menjadi kewajibannya tetapi dengan sukarela mengerjakan hal-hal yang dapat digolongkan sebagai usaha-usaha ekstra. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa OCB cenderung terlihat ketika karyawan memiliki komitmen terhadap organisasi. Komitmen organisasi merupakan kondisi dimana pegawai sangat tertarik terhadap tujuan, nilai-nilai, dan sasaran organisasinya. Komitmen organisasi ini berarti lebih dari sekedar keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi (Kuncoro, 2002). Ini menunjukkan bahwa karyawan yang memiliki komitmen terhadap organisasi, akan bekerja seolah-olah memiliki organisasi. Hal inilah yang memberikan organisasi kemampuan yang lebih dalam usaha untuk mencapai tujuan-tujuannya (Mathis dan Jackson, 2001). Menurut Sopiah (2008) komitmen organisasional merupakan identifikasi dan keterlibatan seseorang yang relatif kuat terhadap organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen kuat terhadap organisasinya merupakan suatu modal dalam mencapai tujuan organisasi, sehingga memberikan manfaat maksimal bagi organisasi. Komitmen kayawan yang diberikan kepada organisasi juga diperlukan untuk menyelesaikan masalah-masalah internal organisasi seperti berkurangnya biaya kegiatan operasional dan konflik dalam organisasi. Komitmen yang kuat memungkinkan setiap karyawan untuk berusaha menghadapi tantangan dan tekanan yang ada. Keberhasilan dalam menghadapi tantangan tersebut akan menumbuhkan rasa kebanggaan tersendiri terhadap organisasinya (Toegijono, 2007). Secara teoritis, Aldag dan Rescke (dalam Kaihatu dan Rini, 2007) mengartikan perilaku ekstra peran sebagai kontribusi seorang individu dalam bekerja, dimana melebihi persyaratan yang ditetapkan dan penghargaan atas keberhasilan kerja yang dijanjikan. Sedangkan Organ dan Konovsky (dalam Emmerik dkk, 2005) bahwa organizational citizenship behavior merupakan bentuk kontribusi individu ditempat kerja yang dilakukan diluar tugas pokok. Organizational citizenship behavior dapat melibatkan beberapa perilaku, misalnya perilaku menolong orang lain, aktif dalam kegiatan kantor, bertindak sesuai prosedur dan memberikan pelayanan kepada semua orang (Organ dan Konovsky dalam Emmerik dkk, 2005 ). Perilaku-perilaku tersebut menggambarkan nilai tambah tersendiri bagi karyawan dan merupakan salah satu bentuk perilaku sosial yang positif. Ini merupakan alasan mengapa organizational citizenship behavior merupakan perilaku yang penting dalam organisasi, adanya organizational citizenship behavior akan meningkatkan komitmen setiap anggota organisasi sehingga kepuasan kerja akan tercapai. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas dapat ditarik rumusan masalah yaitu “Apakah ada hubungan antara Organizational Citizenship Behavior (OCB) dengan Komitmen Organisasi ?” C. Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : Untuk melihat bagaimana hubungan antara Organizational Citizenship Behavior (OCB) dengan Komitmen Organisasi. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang ingin dicapai dari penelitian yang dilksanakan ini adalah : a. Manfaat teoritis : Bagi para akademisi penelitian ini dapat memberikan masukan bagi pengembangan sumber daya manusia dalam organisasi publik, khususnya yang berkaitan dengan komitmen organisasi dengan mediasi organizational citizenship behavior. b. Manfaat praktis : Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar atau acuan untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan komitmen organisasi dan Organizational Citizenship Behavior. BAB II TINJAU PUSTAKA A. Variabel Tergantung 1. Pengertian Komitmem Organisasi Komitmen organisasi dapat didefinisikan sebagai (1) keinginan yang kuat untuk berada atau tetap tinggal menjadi anggota dari organisasi, (2) kerelaan untuk mengerahkan usaha yang besar untuk kepentingan organisasi, (3) keyakinan, dan penerimaan dari nilai dan tujuan organisasi. Dengan kata lain, komitmen organisasi adalah sikap yang merefleksikan kesetiaan karyawan terhadap organisasi (Mowday, Steers, & Porter, dalam Spector, 2000). Steers (1988), berpendapat bahwa komitmen organisasi merupakan kondisi dimana pegawai sangat tertarik terhadap tujuan, nilai-nilai, dan sasaran organisasinya. Komitmen terhadap organisasi artinya lebih dari sekedar keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan. Selain itu, komitmen organisasi didefinisikan sebagai rasa identifikasi (kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi), keterlibatan (kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi) dan loyalitas (keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan) yang dinyatakan oleh seorang pegawai terhadap organisasinya. Dengan adanya rasa identifikasi, keterlibatan dan loyalitas tersebut, maka karyawan yang memiliki komitmen organisasi akan menunjukkan adanya rasa penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi, memiliki kesiapan dan kesediaan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama organisasi dan memiliki keinginan untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi (menjadi bagian dari organisasi). Meyer dan Allen (1991) merumuskan suatu definisi mengenai komitmen dalam berorganisasi sebagai suatu konstruk psikologis yang merupakan karakteristik hubungan anggota organisasi dengan organisasinya dan memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan keanggotaannya dalam berorganisasi. Berdasarkan definisi tersebut anggota yang memiliki komitmen terhadap organisasinya akan lebih dapat bertahan sebagai bagian dari organisasi dibandingkan anggota yang tidak memiliki komitmen terhadap organisasi. Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan diatas dapat diketahui bahwa komitmen organisasi merupakan variabel sikap dalam dunia kerja. Komitmen organisasi merupakan proses pada individu (karyawan) dalam mengidentifikasikan dirinya dengan nilai-nilai, aturan-aturan, dan tujuan organisasi. Komitmen organisasi ini meliputi hubungan yang aktif antara karyawan dengan organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen organisasi tinggi akan bersedia memberikan sesuatu atas kemauan sendiri agar dapat mendukung tercapainya tujuan organisasi. Definisi komitmen organisasi dalam penelitian ini mengarah kepada teori dari Allen dan Meyer (1990) yang mengatakan bahwa karyawan yang memiliki komitmen akan bekerja penuh dedikasi, yang membuat karyawan memiliki keinginan untuk memberikan tenaga dan tanggung jawab yang lebih untuk menyokong kesejahteraan dan keberhasilan organisasi tempatnya bekerja. 2. Karakteristik Individu yang memiliki Komitmen Organisasi Mowday, Porter dan Steers (1983) mengemukakan bahwa komitmen organisasi lebih dikenal sebagai suatu pendekatan sikap terhadap organisasi. Komitmen organisasi ini memiliki dua komponen yaitu sikap dan kehendak untuk bertingkah laku. Sikap mencakup: a. Identifikasi dengan organisasi yaitu penerimaan tujuan organisasi, dimana penerimaan ini merupakan dasar komitmen organisasi. Identifikasi pegawai tampak melalui sikap menyetujui kebijaksanaan organisasi, kesamaan nilai pribadi dan nilai-nilai organisasi, rasa kebanggaan menjadi bagian dari organisasi. b. Keterlibatan sesuai peran dan tanggungjawab pekerjaan di organisasi tersebut. Pegawai yang memiliki komitmen tinggi akan menerima hampir semua tugas dan tanggung jawab pekerjaan yang diberikan padanya. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Podsakoff, dkk (dalam Burton, 2003) menunjukkan bahwa keterlibatan karyawan pada perusahaan memperlihatkan signifikansi dengan OCB. c. Kehangatan, afeksi dan loyalitas terhadap organisasi merupakan evaluasi terhadap komitmen, serta adanya ikatan emosional dan keterikatan antara organisasi dengan pegawai. Pegawai dengan komitmen tinggi merasakan adanya loyalitas dan rasa memiliki terhadap organisasi. Sedangkan yang termasuk kehendak untuk bertingkah laku adalah: a. Keinginan tetap berada dalam organisasi. Pada karyawan yang memiliki komitmen tinggi, hanya sedikit alasan untuk keluar dari organisasi dan berkeinginan untuk bergabung dengan organisasi yang telah dipilihnya dalam waktu yang lama. Sehingga orang yang memiliki komitmen yang tinggi, akan memiliki identifikasi terhadap organisasi, terlibat sungguhsungguh dalam pekerjaan, dan ada loyalitas serta afeksi positif terhadap organisasi. b. Kesediaan untuk menampilkan usaha. Hal ini terlihat melalui kesediaan bekerja melebihi apa yang diharapkan agar organisasi dapat lebih maju. Dan hal ini dapat digolongkan sebagai usaha-usaha ekstra dari karyawan yang tidak terdeskripsi secara formal dalam organisasi atau perusahaan. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa seseorang yang memiliki komitmen tinggi akan memiliki identifikasi terhadap organisasi, terlibat sungguh-sungguh dalam organisasi dan ada loyalitas serta afeksi positif terhadap organisasi. Selain itu tampil tingkah laku berusaha kearah tujuan organisasi dan keinginan untuk tetap bergabung dengan organisasi dalam jangka waktu lama dan juga adanya kesediaan untuk menampilkan usaha melebihi apa yang diharapkan oleh perusahaan, yang disebut juga sebagai usaha-usaha ekstra ataupun dapat juga disebut dengan organizational citizenship behaviour (OCB). 3. Tipe-tipe Komitmen Karyawan terhadap Organisasi Komitmen organisasi yang dikemukakan oleh Allen dan Meyer (1990) memiliki tiga komponen organisasi yaitu: komitmen afektif (affective commitment), komitmen kontinuans (continuance commitment), dan komitmen normative (normative commitment). Hal yang umum dari ketiga komponen komitmen ini adalah dilihatnya komitmen sebagai kondisi psikologis yang: 1) Menggambarkan hubungan individu dengan organisasi, dan 2) Mempunyai implikasi dalam keputusan untuk meneruskan atau tidak keanggotaannya dalam organisasi. Adapun definisi dan penjelasan dari setiap komponen komitmen organisasi adalah sebagai berikut. 1) Komitmen afektif mengarah pada the employee's emotional attachment to, identification with, and involvement in the organization. Ini berarti, komitmen afektif berkaitan dengan keterikatan emosional karyawan, identifikasi karyawan pada, dan keterlibatan karyawan pada organisasi. Dengan demikian, karyawan yang memiliki komitmen afektif yang kuat akan terus bekerja dalam organisasi karena mereka memang ingin (want to) melakukan hal tersebut. 2) Komitmen kontinuans berkaitan dengan an awareness of the costs associated with leaving the organization. Hal ini menunjukkan adanya pertimbangan untung rugi dalam diri karyawan berkaitan dengan keinginan untuk tetap bekerja atau justru meninggalkan organisasi. Komitmen kontinuans adalah kesadaran akan ketidakmungkinan memilih identitas sosial lain ataupun alternatif tingkah laku lain karena adanya ancaman akan kerugian besar. Karyawan yang terutama bekerja berdasarkan komitmen kontinuans ini bertahan dalam organisasi karena mereka butuh (need to) melakukan hal tersebut karena tidak adanya pilihan lain. 3) Komitmen normatif merefleksikan a feeling of obligation to continue employment. Dengan kata lain, komitmen normatif berkaitan dengan perasaan wajib untuk tetap bekerja dalam organisasi. Ini berarti, karyawan yang memiliki komitmen normative yang tinggi merasa bahwa mereka wajib (ought to) bertahan dalam organisasi. Wiener (dalam Allen & Meyer, 1990) mendefinisikan komponen komitmen ini sebagai tekanan normatif yang terinternalisasi secara keseluruhan untuk bertingkah laku tertentu sehingga memenuhi tujuan dan minat organisasi. Oleh karena itu, tingkah laku karyawan didasari pada adanya keyakinan tentang “apa yang benar” serta berkaitan dengan masalah moral. Allen dan Meyer (1990) serta Meyer dan Allen (1997) lebih memilih untuk menggunakan istilah komponen komitmen organisasi daripada tipe komitmen organisasi karena hubungan karyawan dengan organisasinya dapat bervariasi dalam ketiga komponen tersebut. Selain itu, setiap komponen komitmen berkembang sebagai hasil dari pengalaman yang berbeda serta memiliki implikasi yang berbeda pula. Misalnya, seorang karyawan secara bersamaan dapat merasa terikat dengan organisasi dan juga merasa wajib untuk bertahan dalam organisasi. Sementara itu, karyawan lain dapat menikmati bekerja dalam organisasi sekaligus menyadari bahwa ia lebih baik bertahan dalam organisasi karena situasi ekonomi yang tidak menentu. Namun, 3 karyawan lain merasa ingin, butuh, dan juga wajib untuk terus bekerja dalam organisasi. Dengan demikian, pengukuran komitmen organisasi juga seharusnya merefleksikan ketiga komponen komitmen tersebut, yaitu komitmen afektif, komitmen kontinuans, dan komitmen normatif. Pemberdayaan yang dapat dikembangkan untuk memperkuat komitmen organisasi yaitu (Sharafat Khan dalam Rokhman, 1997): 1. Lama bekerja (Time) Merupakan waktu yang telah dijalani seorang dalam melakukan pekerjaan pada perusahaan. Semakin lama seseorang bertahan dalam perusahaan maka terlihat bahwa dia berkomitmen terhadap perusahaan. 2. Kepercayaan (Trust) Setelah pemberdayaan dilakukan oleh pihak manajemen, langkah selanjutnya yaitu membangun kepercayaan antara manajemen dan karyawan. Adanya saling percaya diantara anggota organisasi akan tercipta kondisi yang baik untuk pertukaran informasi dan saran tanpa adanya rasa takut. Kepercayaan antara keduanya dapat diciptakan dengan cara antara lain: (1) Menyediakan waktu dan sumber daya yang cukup bagi karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan; (2) Menyediakan pelatihan yang mencukupi bagi kebutuhan kerja; (3) menghargai perbedaan pandangan dan perbedaan kesuksesan yang diraih karyawan; (4) menyediakan akses informasi yang cukup. 3. Rasa percaya diri (Confident) Menimbulkan rasa percaya diri karyawan dengan menghargai kemampuan yang dimiliki karyawan sehingga komitmen terhadap perusahaan semakin tinggi. Keyakinan karyawan dapat ditimbulkan melalui antara lain : (1) mendelegasikan tugas penting kepada karyawan ; (2) menggali saran dan ide dari karyawan ; (3) memperluas tugas dan membangun jaringan antar departemen ; (4) menyediakan instruksi tugas untuk penyelesaian pekerjaan yang baik. 4. Kredibilitas (Credibility) Menjaga kredibilitas dengan penghargaan dan mengembangkan lingkungan kerja yang mendorong kompetisi yang sehat sehingga tercipta organisasi yang memiliki kinerja tinggi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara antara lain : (1)memandang karyawan sebagai partner strategis ; (2) peningkatan target di semua bagian pekerjaan ; (3) mendorong inisiatif individu untuk melakukan perubahan melalui partisipasi ; (4) membantu menyelesaikan perbedaan dalam penentuan tujuan dan prioritas. 5. Pertanggungjawaban (Accountability) Pertanggungjawaban karyawan pada wewenang yang diberikan dengan menetapkan secara konsisten dan jelas tentang peran, standar dan tujuan tentang penilaian terhadap kinerja karyawan. Tahap ini sebagai sarana evaluasi terhadap kinerja karyawan dalam penyelesaian dan tanggung jawab terhadap wewenang yang diberikan. Akuntabilitas dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : (1) menggunakan jalur training dalam mengevaluasi kinerja karyawan ; (2) memberikan tugas yang jelas dan ukuran yang jelas ; (3) melibatkan karyawan dalam penentuan standar dan ukuran kinerja ; (4) memberikan saran dan bantuan kepada karyawan dalam menyelesaikantugasnya. Jika karyawan memiliki tanggungjawab yang besar terhadap pekerjaannya,kecilnya peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang lain, adanya pengalaman yang baik dalam bekerja dan adanya usaha yang sungguh-sungguh dari organisasi untuk membantu karyawan baru dalam belajar tentang organisasi dan pekerjaannya, maka akan tercipta komitmen pada organisasi. B. Variabel Bebas 1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB) Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan istilah yang digunakan untuk mengidentifikasikan perilaku karyawan. OCB ini mengacu pada konstruk dari “extra-role behavior” (ERB), didefinisikan sebagai perilaku yang menguntungkan organisasi dan atau berniat untuk menguntungkan organisasi, yang langsung dan mengarah pada peran pengharapan. Dengan demikian OCB merupakan perilaku yang fungsional, extra-role, pro-sosial yang mengarahkan individu, kelompok dan atau organisasi (Dyne, 1995 dalam Min-Huei Chien, 2004). Sejalan dengan hal diatas, Organ (1988) mendefinisikan OCB sebagai perilaku individu yang bersifat bebas (discretionary), yang tidak secara langsung atau eksplisit mendapat penghargaan dari system imbalan formal, dan yang secara keseluruhan mendorong keefektifan fungsi-fungsi organisasi. OCB ini bersifat bebas dan sukarela karena perilaku tersebut tidak diharuskan oleh persyaratan peran atau deskripsi jabatan yang secara jelas dituntut berdasarkan kontrak dengan organisasi, melainkan sebagai pilihan personal (dalam Davis, 2004). OCB melibatkan beberapa perilaku meliputi perilaku menolong orang lain, menjadi sukarelawan untuk tugas-tugas ekstra, patuh terhadap aturan-aturan dan prosedur-prosedur di tempat kerja. Perilaku-perilaku ini menggambarkan "nilai tambah karyawan" dan merupakan salah satu bentuk perilaku prososial, yaitu perilaku sosial yang positif, konstruktif dan bermakna membantu. (Aldag & Resckhe, 1997 dalam Hardaningtyas, 2004). Organ dan Konovsky (dalam Yuwono dkk, 2005) mengkategorikan OCB ke dalam altruisme dan perilaku yang patuh, menghormati, berinisiatif membantu orang lain tanpa pandang bulu, tidak membuang-buang waktu kerja, mampu bekerja lebih baik tanpa harus diawasi oleh pimpinan, mampu memberikan ide atau nasehat perbaikan kepada rekan kerja. OCB dapat mempengaruhi performansi organisasi. Citizenship behaviour memperbaiki performansi kelompok karena membantu orang bekerja bersama. Karyawan yang saling membantu tidak harus bertanya kepada atasannya untuk meminta bantuan, membiarkan para atasan bebas dari tugas-tugas yang lebih penting (Podsakoff, dkk dalam Jen Hung Huang, 2004). Salah satu penyebab dari OCB ini adalah karyawan yang memiliki komitmen terhadap organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen terhadap organisasi tidak hanya melakukan tugas-tugas yang telah menjadi kewajibannya tetapi juga bersedia untuk menampilkan usaha-usaha yang besar, termasuk usaha yang termasuk sebagai OCB. (Mowday, Porter, & Steers, 1983) Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah perilaku extra-role yang menguntungkan organisasi. Seperti yang dikatakan Organ (1988) bahwa perilaku ini bersifat bebas dan sukarela, karena perilaku ini diluar dari deskripsi formal pekerjaan. Beberapa contoh perilaku dari OCB adalah berinisiatif membantu rekan kerja, patuh terhadap aturan-aturan dan prosedur-prosedur di tempat kerja, tidak membuang-buang waktu kerja, mengajukan ide atau saran yang berguna, mampu bekerja lebih baik tanpa pengawasan pimpinan dan perilaku ini biasanya ditandai dengan spontanitas serta ketulusan. Salah satu penyebab dari OCB adalah komitmen karyawan terhadap organisasi. 2. Dimensi-dimensi Organizational Citizenship Behavior (OCB) Istilah Organizational Citizenship Behavior (OCB) pertama kali diajukan oleh Organ, 1988 (dalam Castro dkk, 2004), yang mengemukakan lima dimensi primer dari OCB : a. Altruism yaitu perilaku membantu karyawan lain tanpa ada paksaan pada tugas-tugas yang berkaitan erat dengan operasi-operasi organisasional. b. Civic virtue, perilaku yang mengindikasikan karyawan ikut bertanggungjawab, berpartisipasi dan memperhatikan kehidupan organisasi, diwujudkan dengan tindakan individu dalam memberikan saran yang membangun tentang bagaimana memperbaiki efektivitas kinerja tim, termasuk kehadiran secara aktif untuk berpartisipasi dalam kegiatankegiatan yang diadakan organisasi. Perilaku Civic virtue ini menunjukkan partisipasi sukarela dan dukungan terhadap fungsi-fungsi organisasi baik secara professional maupun social alamiah. c. Concientiousness, perilaku yang memenuhi atau melebihi syarat minimal peran yang dikehendaki oleh organisasi, diwujudkan dengan datang tepat atau di awal waktu, tidak menghabiskan waktu untuk melakukan hal-hal yang tidak perlu, bekerja dengan ketelitian tinggi, dsb. d. Courtesy, perilaku yang bertujuan untuk mencegah terjadinya masalah kerja dengan rekan sekerja atau dalam organisasi, diwujudkan dengan sikap karyawan yang mempertimbangkan nasehat atau pertimbangan dari karyawan lain maupun atasan sebelum bertindak atau mengambil keputusan serta pemberian informasi-informasi penting yang dimilikinya dalam rangka penyelesaian masalah. Berisi tentang kinerja dari prasyarat peran yang melebihi standar minimum. e. Sportmanship, sikap/ perilaku yang lebih memandang organisasi kearah yang positif daripada ke negatif, diwujudkan dengan tidak mengeluh terhadap kondisi-kondisi sementara yang kurang ideal tanpa melakukan pengaduan yang dapat menjatuhkan organisasi di mata masyarakat. Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa dimensi-dimensi dari Organizational Citizenship Behavior (OCB) meliputi perilaku menolong teman sekerja, adanya partisipasi dan dukungan terhadap fungsi-fungsi organisasi, perilaku yang ditampilkan memenuhi atau melebihi syarat minimal peran yang dikehendaki (bekerja dengan ketelitian yang tinggi, datang cepat, dll), mempertimbangkan pendapat atau nasehat orang lain dalam mengambil keputusan, dan perilaku yang memandang organisasi kearah yang positif. Kelima dimensi tersebut didasarkan atas rasa sukarela atau tanpa adanya paksaan. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior (OCB) Podsakoff, dkk (dalam Burton, 2003) mengidentifikasikan 4 elemen yang memiliki hubungan dengan OCB, yaitu; a. Karakteristik individual karyawan/ anggota organisasi Penelitian menunjukkan jenis kelamin mempengaruhi OCB yaitu bahwa wanita lebih perhatian dan terkait dengan perilaku menolong orang lain dibandingkan pria. Konovsky & Organ (1996) mengatakan bahwa faktor bawaan atau karakteristik psikologis individu seperti kepribadian, kebutuhan psikologis, dan sikap merupakan prediktor OCB. Sedangkan Becker, 1992 (dalam Burton, 2003) menemukan penyebab dari OCB adalah komitmen karyawan terhadap organisasi. Beberapa variabel demografis diuji untuk melihat hubungannya dengan OCB. Beberapa penelitian menemukan variabel-variabel tersebut adalah masa jabatan, tingkat pendidikan, jenis kelamin, usia dan tipe tempat tinggal (Burton, 2003). b. Karakteristik tugas/ pekerjaan Studi-studi yang berfokus pada karakteristik tugas/ pekerjaan membedakan berdasarkan lima area, yaitu : (1) Task feedback, (2) Task rutinization, (3) Intinsically satisfying tasks, (4) Task interdependence, dan (5) Employee involvement (Podsakoff, Mackenzie & Bommer, dalam Burton, 2003). Hasil dari penelitian-penelitian tersebut ditemukan bahwa employee involvement memperlihatkan signifikansi dengan OCB, sedangkan task rutinization menjadi satu-satunya variabel yang memiliki. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa OCB bukan hanya dipengaruhi oleh faktor internal (karakteristik individu) saja tetapi juga dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu seperti karakteristik tugas, karakteristik kepemimpinan dan karakteristik organisasi. C. HIPOTESIS Terdapat hubungan yang positif antara komitmen organisasi dan Organizational Citizenship Behavior (OCB). Semakin tinggi komitmen organisasi maka semakin tinggi pula perilaku OCB. Sebaliknya semakin rendah komitmen organisasi maka semakin rendah pula perilaku OCB. BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Berdasarkan landasan teori yang ada serta rumusan hipotesis penelitian maka yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel bebas : Organizational Citizenship Behavior (OCB) 2. Variabel terikat : Komitmem Organisasi B. Definisi Operasional Variabel Penelitian OCB adalah kontribusi individu yang mendalam melebihi tuntutan peran dan perilaku yang bersifat sukarela, bukan tindakan yang terpaksa terhadap hal-hal yang mengedepankan kepentingan organisasi. OCB meliputi perilaku menolong keryawan lain secara sukarela, memberikan saran membangun demi kemajuan organisasi, menghadiri setiap kegiatan yang dilakukan organisasi, datang tepat waktu, mempertimbangkan nasehat atau saran dari karyawan lain sebelum mengambil keputusan dan tidak mengeluh apabila ada kondisi yang kurang ideal yang ada di dalam organisasi. OCB diukur dengan menggunakan skala yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan dimensi-dimensi OCB yang dikemukakan oleh Organ (1988), yaitu: altruism, civic virtue, consciebtiousness, courtesy, sportsmanship. Tingkat OCB dapat dilihat dari skor nilai yang diperoleh individu dari skala tersebut. Jika nilai OCB tinggi maka tingkat OCB individu tersebut tinggi. Demikian sebaliknya jika nilai skala OCB individu tersebut rendah maka OCB individu tersebut rendah. Komitmen karyawan merupakan salah satu kunci yang turut menentukan berhasil tidaknya suatu organisasi untuk mencapai tujuannya. Karyawan yang mempunyai komitmen kepada organisasi biasanya mereka menunjukan sikap kerja yang penuh perhatian terhadap tugasnya, mereka sangat memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan tugas-tugas serta sangat loyal terhadap perusahaan. Dalam komitmen terkandung keyakinan, pengikat, yang akan menimbulkan energi untuk melakukan yang terbaik. Secara nyata, komitmen berdampak kepada performansi kerja sumber daya manusia, dan pada akhirnya juga sangat berpengaruh terhadap kinerja suatu perusahaan. Karena itu peran sumber daya manusia, khususnya jajaran manajemen dari lini dasar sampai lini puncak harus mampu berperan sebagai penggerak untuk mewujudkan misi dan tujuan perusahaan. D. Subjek Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan PT. XYZ D. Metode Pengumpulan Data a. Observasi Dalam menggunakan metode observasi cara yang paling efektif adalah melengkapinya dengan format atau blangko pengamatan sebagai instrument. Format yang disusun berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan terjadi Dari penelitian berpengalaman diperoleh suatu petunjuk bahwa mencatat data observasi bukanlah sekedar mencatat, tetapi juga mengadakan pertimbangan kemudian mengadakan penilaian ke dalam suatu skala bertingkat. Misalnya kita memperhatikan reaksi penonton televisi, bukan hanya mencatat bagaimana reaksi itu, dan berapa kali muncul, tetapi juga menilai reaksi tersebut sangat, kurang, atau tidak sesuai dengan yang kita kehendaki. b. Dokumentasi Metode dokumentasi dilakukan dengan cara mencari data tentang hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya. Lexi J. Moleong mendefinisikan dokumen sebagai setiap bahan tertulis ataupun film, yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan aseorang penyidik. Menurut Guba dan Lincoln, (1981) Penggunaan metode dokumen dalam penelitian ini karena alasan sebagai berikut. 1) Merupakan sumber yang stabil, kaya, dan mendorong. 2) Berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian. 3) Berguna dan sesuai dengan penelitian kualitatif karena sifatnya yang alamiah, sesuai dengan konteks, lahir dan berada dalam konteks. 4) Tidak reaktif sehingga tidak sukar ditemukan dengan teknik kajian isi. 5) Dokumentasi harus dicari dan ditemukan. 6) Hasil pengkajian isi akan membuka kesempatan untuk lebih memperluas tubuh pengetahuan terhadap sesuatu yang diselidiki. c. Angket Metode angket merupakan serangkaian atau daftar pertanyaan yang disusun secara sistematis, kemudian dikirim untuk diisi oleh responden. Setelah diisi, angket dikirim kembali atau dikembalikan kepeneliti. Bentuk angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat langsung dan tertutup. Artinya angket yang merupakan daftar pertyanyan diberikan langsung kepada mahasiswa sebagai subyek penelitian, dan dakam mengisi angket, mehasiswa diharuskan memilih karena jawaban telah disediakan. E. Teknik Analisis Data Secara garis besar, pekerjaan analisis data meliputi enam tahap utama: 1. Persiapan: mengecek nama, isian, dan macam data. 2. Tabulasi : memberi skor, memberi kode, mengubah jenis data, dan coding dalam coding form. 3. Penerapan data sesuai dengan pendekatan penelitian: 4. Penelitian deskriptif : presentase dan komparasi dengan criteria yang telah ditentukan 5. Penelitian komparasi: dengan berbagai teknik korelasi sesuai dengan jenis data. 6. Penelitian eksperimen: diuji hasilnya dengan t-test. Namun oleh karena data yang dikumpulkan baru data mentah, maka sebelum di analisis, data mentah tersebut diolah lebih dahulu sebelum dianalisis dengan tehnik analisis tertentu. Dan secara umum teknik analisa data untuk kuantitatif menggunakan metode statistic, dan agar mudah biasanya di bantu oleh program komputer, seperti SPSS, SPS, Minitab, MS exel, dll. Terdapat dua macam statistik yang digunakan untuk analisa data dalam penelitian, yaitu: statistik deskriptif dan statistik inferensial. Statistik inferensial meliputi statistik parametris dan statistik non parametris. Dalam penelitian ini, menggunakan statistik inferensia dan juga deskriptif, karena kedua- duanya sangat membantu dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Allen,T.D., & Rush,M.C.(1998). The Effects of Organizational Citizenship Behavior on Performance Judgements: A Field Study and a LaboratoryExperiment. Journal of Applied Psychology, vol. 83: 247 – 260. Podsakoff,P.M., Ahearne, Michael,& Mac Kenzie, S.B.(1997). Organizational Citizenship Behavior and The Quality & Quantity of Work Group Diunduh dari: http://staff.ui.ac.id/internal/131998622/material/Arisan86-KomitmenOrganisasi-Liche.pdf; 24 Desember 2011, 19.43 Diunduh dari http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/area-terapan-mainmenu-30/organisasi-mainmenu-66/komitmen-organisasi-mainmenu-70; 24 Desember 2011; 20.26 Performance. Journal of Applied Psychology, vol. 82 : 262 –270.

Related Post



0 komentar:

Popular Posts

Berita Hari Ini